Teknologi Injeksi Yamaha : Semakin di Depan Teknologinya, Semakin di Depan Sosialnya
Pada hari minggu (5/2) pagi yang lalu, saya menggayuh sepeda untuk
mencari makan ke warteg langganan, sebentar saya sempatkan diri untuk memompa ban depan dan belakang di salah satu
bengkel sederhana di pinggir jalan. Maklum sepeda pinjaman, sehingga saya pun
juga harus bertanggung jawab jika ada kerusakan.
Belakangan ini, karena cukup sering saya memompa ban, membuat saya akrab dengan satu-satunya karyawan di bengkel tersebut. Dia adalah Najagar (28). Sudah cukup lama ia menggeluti pekerjaannya sebagai karyawan bengkel. Kepiawaiannya mengotak-atik motor, ia dapatkan berdasarkan pengalaman. Meskipun hanya berdasar pengalaman, tapi kemampuannya tidak bisa diragukan.
Ketika Najagar mengisi ban sepeda, saya sempat mengobrol kecil dengannya tentang tekonologi injeksi yang kini disuntikkan pada motor-motor besutan pabrik-pabrik motor ternama, yang salah satunya adalah Yamaha. “Motor Yamaha yang injeksi udah banyak ya Bang di jalan, Abang dah bisa servis injeksi?” tanya saya membuka obrolan itu. “Belum Mas, susah itu, nggak seperti karburator biasa,”ungkapnya sambil mengisi angin. Oiya, Najagar ini adalah orang batak asli, jadi logat bataknya masih kental terdengar.
“Pernah ada itu yang mau betulin motor injeksi, Vixion, tapi ku tolak karena aku nggak bisa, alatnya juga nggak ada”, tambahnya setelah ban sepeda ia isi penuh.
Dari sepenggal obrolan itu saya menangkap bahwa Najagar
dan bengkelnya masih belum siap untuk
menghadapi trend motor berteknologi injeksi.
Teknologi Injeksi Itu Apa? Kok Belum Siap ?
Sebagai pemilik bengkel kecil, ketidaksiapan Najagar dalam menghadapi pergeseran teknologi karburator menjadi teknologi injeksi memang beralasan. Kenapa? Sebelum menjawab pertanyaan ini baiknya kita ketahui dulu apa itu teknologi injeksi pada motor Yamaha.
Seiring tuntutan penerapan emisi gas
buang Euro 3 di Indonesia, teknologi injeksi kini telah hadir pada produk-produk
motor Yamaha ter-anyar. Teknologi injeksi adalah teknologi yang memungkinkan
penggunaan bahan bakar pada motor yang diperhitungkan dengan sangat presisi.
Bisa juga dikatakan bahwa motor yang sudah menggunakan teknologi ini adalah motor
yang irit pada penggunaan bahan bakar.
Cara kerja FI sama seperti sistem tubuh manusia. Pada sistem FI terdapat ECU (Electronic Control Unit) yang bekerja seperti otak pada manusia. ECU meneruskan sinyal yang dikirim sensor-sensor. Pada akhirnya ECU memerintahkan injector untuk menyemprotkan bensin pada mesin. Kerja ECU layaknya otak yang saat mendapatkan sinyal dari sensor-sensor, lantas memerintahkan bagian tubuh untuk menjalankan fungsinya. Selain sensor-sensor, komponen penting lainnya pada ECU adalah fuel pump yang berfungsi mensuplai bahan bakar dari tangki ke injector dan menjaga tekanan bahan bakar agar sesuai persyaratan (yamaha.co.id, 2012).
Rumit? Ya, bisa dibilang sistem teknologi injeksi ini lebih rumit ketimbang teknologi sebelumnya yang menggunakan sistem karburator. Kerumitan ini tentunya sebanding dengan cara perbaikan dan pemeliharaan pada motor. Perbaikan dan pemeliharaan motor berteknologi injeksi butuh skill dan perlengkapan yang mumpuni.
Nah, kerumitan teknologi injeksi inilah yang menjadi alasan ketidaksiapan Najagar dan bengkelnya dalam menghadapi trend motor berteknologi injeksi, disamping karena ia tidak memiliki kesiapan berupa skill, bengkelnya pun belum mempunyai peralatan yang diperlukan. Jadi terpaksa, Najagar dan bengkel tempat ia bekerja, sampai saat ini belum siap melayani permintaan jasa perbaikan dan pemeliharaan untuk motor berteknologi injeksi.
Sampai kapan Najagar bisa bertahan? Padahal ia saat ini hanya menggantungkan hidup pada aktivitas bengkel tempat ia bekerja. Terlebih sekitar 2 tahun lagi, Yamaha dan para pesaingnya sudah menyuntikkan teknologi injeksi pada semua output produknya. Bisa dibilang motor berteknologi injeksi pada dua tahun mendatang akan mendominasi populasi motor di Indonesia. Nah, hal ini tentu akan berakibat langsung pada pendapatan bengkel Najagar yang semakin menurun bila ia dan bengkelnya tidak bisa mengikuti perkembangan teknologi injeksi.
Bila ingin bertahan, mau tidak mau Najagar harus mempunyai bekal yang cukup, baik itu secara skill maupun fasilitas bengkel. Mempelajari tentang teknologi injeksi adalah hal terpenting untuk mengembangkan skill. Namun ilmu ini juga tidak bisa didapatkan secara pragmatis, harus melalu proses belajar yang benar. Mungkin YES adalah jawaban yang tepat bagi Najagar guna mendapatkan pengetahuan teknologi injeksi.
Di YES, Yamaha Mulai Ajarkan Teknologi Injeksi
Sejalan dengan adanya teknologi injeksi yang akan memenuhi pasar motor Yamaha dua tahun mendatang, lewat Yamaha Enginering School, Yamaha mulai memberikan pembelajaran tentang teknologi injeksi kepada para murid yang akan menduduki angkatan ke-35. Lalu, apa itu Yamaha Enginering School?
Yamaha Enginering School (YES) adalah bentuk program Corporate Social Responsibility yang diciptakan oleh Yamaha. YES ini bertujuan menghasilkan lulusan yang menguasai teknologi motor dan teknologi injeksi yang baru-baru ini disisipkan sebagai kompetensi. Siswa yang diterima di YES akan mendapatkan kesempatan mempelajari teknologi motor dan injeksi secara langsung di bawah instruktur Yamaha yang berkualitas selama 4,5 bulan.
Ditambah dengan fasilitas yang mutakhir, YES menjamin lulusannya menjadi tenaga teknisi motor yang handal dan berbekal ilmu kewirausahaan. Sehingga di masa depan lulusannya mampu mandiri menjadi wirausaha yang mandiri di bidang perbengkelan. Hebat bukan?
Kembali lagi pada Najagar, apa benar ini jawaban yang tepat untuk masalah Najagar? Sayangnya YES belum menjadi jawaban yang tepat atas masalahnya. Dilihat dari persyaratan untuk masuk YES saja, Najagar sudah tidak memenuhi kualifikasi. YES mengharuskan calonnya lulus dari jenjang SMK/SMU sederajat, sedangkan seorang Najagar hanya bisa menamatkan bangku Sekolah Dasar.
Lagipula bila Najagar bisa mengikuti YES dengan rentang waktu 4.5 bulan, ia pun tidak akan mampu membagi waktu karena ia harus bekerja di bengkel yang menuntutnya untuk selalu ada di tempat tepat waktu.
“Kalo Yamaha mau kasih pelatihan buat belajar betulin ma servis motor injeksi, mau ga Bang?” tanya saya padanya. “Maulah Mas, biar bisa ku betulin itu motor injeksi, biar nggak nolak kita kalo ada pelanggan yang betulin motor injeksi!” jawabnya mantap.
Masih Terkesan Eksklusif
Sebenarnya keinginan Najagar untuk memperoleh pengetahuan motor berteknologi injeksi dari Yamaha bisa terakomodasi bila Yamaha lebih berbaik hati. Namun sepertinya untuk saat ini keinginan itu masih harus terkubur dalam hati. Belum ada kesempatan dari Yamaha? Bisa dikatakan ya, karena Yamaha masih terkesan eksklusif.
Saya berpendapat, dalam rangka memuluskan peluncuran motor Yamaha berteknologi injeksi terutama service pasca jual, Yamaha masih melakukan persiapan yang masih terbatas. Selain masih hanya dilakukan lewat YES, Yamaha memberikan pengetahuan tentang motor berteknologi injeksi masih hanya kepada para mekanik yang bekerja di 2500 bengkel resmi yang tersebar di seluruh Indonesia dan juga bengkel mitra. Lalu bagaimana dengan Najagar dan bengkel tempat ia bekerja?
Nah, inilah yang saya maksud dengan masih terkesan eksklusif. Penyebaran pengetahuan tentang teknologi injeksi masih hanya dilakukan lewat dua jalur, YES dan training untuk mekanik bengkel resmi dan bengkel mitra. Sehingga kesempatan menguasai pengetahuan motor berteknologi injeksi untuk sampai saat ini hanya bisa dirasakan oleh sebagian orang yang ada di lingkungan internal Yamaha.
Bila bengkel-bengkel seperti tempat Najagar bekerja tidak mampu mengatasi pelayanan motor berteknologi injeksi, maka service sudah pasti terpusat di bengkel resmi. Apa akibatnya? Sudah tentu bila ingin melakukan pemeliharaan dan perbaikan, pengguna motor Yamaha berteknologi injeksi harus membawa motornya ke bengkel resmi milik Yamaha. Beruntung bila pengguna bisa dengan mudah menjangkau bengkel resmi seperti di wilayah perkotaan besar. Bagaimana dengan pengguna motor injeksi di daerah-daerah kecil yang masih susah menjangkau bengkel resmi? Tentu hal ini akan menimbulkan kerepotan tersendiri.
Bukan tidak mungkin hal ini akan membuat masyarakat berpikir dua kali bahkan enggan beralih ke motor berteknologi injeksi hanya karena sulit untuk menjangkau bengkel resmi. Lalu bagaimana mengantisipasi hal ini?
Semakin Di Depan, Semakin Sosial
Kalimat “Semakin Di Depan”, memang pantas disematkan sebagai slogan Yamaha. Terbukti memang, produknya pun selalu terdepan. Motor berteknologi injeksi yang kini digelontorkan pun menjadi bukti bahwa Yamaha turut memberikan pengaruh terhadap adanya pergeseran teknologi.
Pergeseran Teknologi yang semakin maju pun juga akan memberikan pengaruh. Ada aksi, pasti muncul reaksi. Salah satu contoh reaksi yang timbul akibat aksi munculnya motor berteknologi injeksi adalah masalah Najagar dan bengkelnya yang sudah saya uraikan di atas.
Najagar, saat ditanya seputar prediksi masa depan tentang motor injeksi dan bengkelnya, ia memperkirakan bahwa motor injeksi akan semakin aksi, tapi bengkelnya sudah pasti jadi sepi karena tidak mampu melayani permintaan jasa teknologi injeksi.
Yamaha sebagai perusahaan yang turut menggeser teknologi punya peran yang besar untuk memecahkan masalah sosial sebagai akibat dari pergeseran teknologi yang dirasakan oleh Najagar. Harapan Najagar tidak banyak, ia hanya ingin mengetahui bagaimana melakukan pemelihaaraan dan perbaikan pada motor berteknologi injeksi.
Maka dari itu, saya beranggapan bahwa apabila Yamaha semakin di depan teknologinya sebaiknya Yamaha juga semakin di depan sosialnya sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap masalah sosial (Corporate Social Responsibility). Singkatnya, sudah seharusnya Yamaha juga bertanggung jawab atas reaksi yang ditimbulkan oleh aksi produksi motor berteknologi injeksi.
Solusi Praktis
Simple saja, jika Yamaha berani membawa pengaruh yang besar seperti sekarang dengan memproduksi motor berteknologi injeksi, maka Yamaha juga harus bisa menyempurnakan pengaruhnya secara utuh, tidak setengah-setengah. Tidak setengah-setengah berarti harus memperhatikan dampak yang diakibatkan keluarnya teknologi injeksi.
Dampak keluarnya teknologi injeksi yang dirasakan Najagar hanya bisa diselesaikan dengan satu solusi yaitu membuatnya mengerti dan mampu melakukan pemeliharaan dan perbaikan pada motor berteknologi injeksi. Membuatnya mengerti memerlukan proses yang sifatnya fleksibel dan praktis.
Saya yakin ketidaktahuan mengenai teknologi injeksi tidak hanya dipersoalkan oleh Najagar tetapi juga ratusan ribu mekanik bengkel umum yang menggantungkan hidupnya pada aktivitas bisnis bengkel umum. Yamaha bisa memberikan solusi berupa training tentang teknologi injeksi secara konkret yang memberikan pengetahuan bagaimana menangani pemeliharaan dan perbaikan motor berteknologi injeksi.
Training bisa diberikan oleh YES yang ada di masing-masing kota. Training yang diberikan cukup berbentuk training singkat yang sifatnya fleksibel, yang berarti tidak banyak mengganggu aktivitas bisnis bengkel umum. Selain itu juga praktis, yang berarti konkret dan disusun dengan baik sehingga memungkinkan peserta menyerap training secara efisien. Mengingat peserta training adalah mekanik bengkel yang berpengalaman dan hanya harus ditambah pengetahuannya, bukan mekanik yang belajar mulai dari nol yang harus diajari mulai dari awal.
Training memang bisa saja berbayar tapi alangkah baiknya untuk menjadi perusahaan yang semakin di depan, Yamaha benar-benar semakin di depan seutuhnya baik secara teknologi maupun sosial.
Yamaha tak perlu takut bersaing dengan bengkel umum. Bahkan
Yamaha bisa menjalin hubungan mutualisme (saling menguntungkan). Setelah Yamaha
memberikan sertifikasi lewat training
pada mekanik bengkel umum, maka Yamaha juga bisa mengajak bengkel umum untuk
mendistribusikan spare part yang
berhubungan dengan teknologi injeksi yang tentunya langsung dari Yamaha. Peralatan
untuk service motor berteknologi
injeksi juga bisa diperbanyak dan dijual kepada bengkel yang memang siap
memberikan layanan.
Selain itu bengkel-bengkel umum yang mekaniknya sudah disertifikasi oleh YES akan menjadi solusi bagi pengguna motor berteknologi injeksi yang berada di daerah terpencil yang susah menjangkau bengkel resmi. Hal ini memungkinkan Yamaha mampu melakukan layanan purna jual yang mudah dijangkau dimana saja di seluruh Indonesia.
Dengan demikian diharapkan Yamaha dan teknologi injeksi
tidak terkesan eksklusif. Bengkel resmi dan bengkel umum akan berjalan
beriringan untuk menopang kebutuhan jasa pemeliharaan dan perbaikan sistem
injeksi. Saya yakin apabila hal ini direalisasikan, hal ini akan berimbas
positif untuk sustainability Yamaha kini
dan nanti.
Solusi praktis yang saya usulkan pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan. Namun satu hal yang perlu digaris bawahi adalah Yamaha sebagai perusahaan yang turut melakukan pergeseran teknologi harus mengantisipasi dampak yang akan timbul di dalam masyarakat. Sehingga Yamaha mampu tetap menjaga ribuan Najagar-najagar lain walau mereka berada di tengah pergeseran teknologi motor yang terus mengarah ke teknologi injeksi. Dengan demikian, bisa dipastikan, Yamaha semakin tidak hanya teknologinya tetapi juga sosialnya.